Hadis Rasulullah Tentang Kejujuran
Kata jujur Sangatlah mudah diucapkan oleh setiap orang, akan tetapi sedikit sekali orang yang dapat menerapkannya.walaupun nilai sebuah kejujuran tersebut berat dan mempunyai resiko yang sangat tinggi , namun tetap harus kita dijunjung tinggi dalam kehidupan.
A. Memahami Makna Kejujuran
1. Pengertian Jujur Dalam bahasa
Arab, kata jujur semakna dengan “aś-śidqu” atau “śiddiq” yang berarti benar,
nyata, atau berkata benar. Lawan kata ini adalah dusta, atau dalam bahasa Arab
”al-kazibu”. Secara istilah, jujur atau aś-śidqu bermakna: (1) kesesuaian
antara ucapan dan perbuatan; (2) kesesuaian antara informasi dan kenyataan; (3)
ketegasan dan kemantapan hati; dan (4) sesuatu yang baik yang tidak dicampuri
kedustaan.
2. Pembagian Sifat Jujur Imam
al-Gazali membagi sifat jujur atau benar (śiddiq) sebagai berikut.
a. Jujur dalam niat atau
berkehendak, yaitu tiada dorongan bagi seseorang dalam segala tindakan dan
gerakannya selain dorongan karena Allah Swt.
b. Jujur dalam perkataan (lisan),
yaitu sesuainya berita yang diterima dengan yang disampaikan. Setiap orang
harus dapat memelihara perkataannya. Ia tidak berkata kecuali dengan jujur.
Barangsiapa yang menjaga lidahnya dengan cara selalu menyampaikan berita yang
sesuai dengan fakta yang sebenarnya, ia termasuk jujur jenis ini. Menepati
janji termasuk jujur jenis ini.
c. Jujur dalam perbuatan/amaliah,
yaitu beramal dengan sungguh sehingga perbatan dhahirnya tidak menunjukkan
sesuatu yang ada dalam batinnya dan menjadi tabiat bagi dirinya
Hadis-hadis Rosulullah Tentang Kejujuran
عَنْ عَبْدِ اللهِ
بنِ مَسْعُوْد رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ إِلَى الْبِرِّ ،
وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِيْ إِلَى الْجَنَّةِ ، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى
الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ صِدِّيْقًا ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ ، فَإِنَّ
الْكَذِبَ يَهْدِيْ إِلَى الْفُجُوْرِ ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِيْ إِلَى النَّارِ
، وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ
اللهِ كَذَّابًا
Artinya: Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Mas’ud ra., Rasulullah saw. bersabda, “Hendaklah kamu berlaku jujur karena kejujuran menuntunmu pada kebenaran, dan kebenaran menuntunmu ke surga. Dan sesantiasa seseorang berlaku jujur dan selalu jujur sehingga dia tercatat di sisi Allah Swt. sebagai orang yang jujur. Dan hindarilah olehmu berlaku dusta karena kedustaan menuntunmu pada kejahatan, dan kejahatan menuntunmu ke neraka. Dan seseorang senantiasa berlaku dusta dan selalu dusta sehingga dia tercatat di sisi Allah Swt. sebagai pendusta.” (H.R. Muslim).
Masih ingat dengan kisah kejujuran
Abdul Qadir kecil sewaktu melaksanakan perjalanan ke kota Baghdad, dimana
beliau beserta rombongan kafilah dirampok oleh kawanan penjahat di suatu tempat
yang bernama Hamdan. Ia dengan jujur mengatakan bahwa ia membawa uang sebanyak
40 dinar yang diletaakan pada saku di bagian bawah ketiak. Drama perampokan itu
selesai dengan insafnya para perampok karena kejujuran Abdul Qadir kecil.
Berlaku jujur merupakan suatu
kebaikan yang nantinya akan mendatangkan kebaikan bagi orang yang berlaku jujur
tersebut. Sedangkan bagi yang berlaku bohong maka akan mendatangkan keburukan
bagi pelakunya bahkan suatu saat kelak di akhirat nanti akan disiksa di dalam
neraka.
Dalam hadis lain rasulullah saw. bersabda.
(عَلَيْكُمْ
بِالصِّدْقِ فَاِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِيْ اِلَى الْبِرِّ اِنَّ الْبِرِّيَهْدِيْ اِلَى
الْجَنَّةِ (رواه البخارى ومسل
Artinya : “Dari Abdullah ibn Mas’ud, dari Rasulullah saw. bersabda:“Sesungguhnya jujur itu membawa Kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa ke surga” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kejujuran adalah yang paling utama dalam hal apapun. Lidah yang berkata jujur akan mendatangkan kebaikan, baik itu kebaikan dunia maupun akhirat. Banyak contoh yang telah banyak diceritakan baik itu di dalam al-Quran, Hadist, atau pengelaman-pengalaman para ulama yang ditulis dalam kitab-kitab mereka. Allah berjanji bahwa siapa yang berlaku jujur balasannya adalah surga.
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا
- أَوْ قَالَ حَتَّى يَتَفَرَّقَا - فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى
بَيْعِهِمَا ، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
Artinya: “Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam perdagangan manusia dituntut untuk berlaku jujur, baik itu pedagang maupun pembeli. Walau keuntungan yang didatkan sedikit tetap harus jujur, karena yang terpenting adalah keberkahan, sehingga harta yang didapatkan menjadi halal. Begitu pula dengan pembeli, apa yang dibeli akan menjadi halal dan berkah, dengan tidak melakukan tipu daya.
Pedagang yang baik adalah yang menggenapkan timbangan tidak mengurangi, pedagang yang tidak berbuat riba, pedagang yang menjual barang yang halal dan baik bagi konsumen, dan sebagainya. Untuk sedikit tidak apa-apa yang penting lancar dan mendatangkan banyak pelanggan, maka insya Allah rezeki Allah tidak akan berpindah kepada orang lain.
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ
إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا ائْتُمِنَ خَانَ
Artinya: “Tanda orang munafik itu ada tiga, jika berkata dia berdusta, jika berjanji dia mengingkari, dan jika diberi amanah dia khianati.” (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Bagaimana membedakan antara orang jujur dengan orang yang munafik? Jawabannya seperti hadist Rasulullah di atas, yaitu bahwa orang munafik itu tanda-tanda yang ada pada dirinya itu ada tiga; 1) Setiap kali ia berkata selalu ada dusta di dalam perkataannya, 2) tidak menepati janji, ijika dia berjanji sesuatu kepada orang lain, 3) melakukan perbuatan khianat terhadap amanah yang diberikan kepadanya.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صلى الله عليه وسلم - مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهَا فَنَالَتْ
أَصَابِعُهُ بَلَلاً فَقَالَ مَا هَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ. قَالَ أَصَابَتْهُ
السَّمَاءُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَىْ
يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى
Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati setumpuk makanan, lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, kemudian tangan beliau menyentuh sesuatu yang basah, maka pun beliau bertanya, "Apa ini wahai pemilik makanan?" Sang pemiliknya menjawab, "Makanan tersebut terkena air hujan wahai Rasulullah." Beliau bersabda, "Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian makanan agar manusia dapat melihatnya? Ketahuilah, barangsiapa menipu maka dia bukan dari golongan kami. (H.R. Muslim)
Rasulullah bersabda bahwa setiap orang yang melakukan tipu daya kepada orang lain, bukan termasuk dalam golongannya, yaitu golongan orang-orang Mukmin. Sehingga dalam melakukan apapun, baik itu dalam hal ekonomi, sosial, politik, dan sebagainya, kita dituntut untuk jujur. Karena “berkata yang hak walaupun itu pahit” lebih baik dari pada “berdusta dengan kata-kata yang manis” seperti janji-janji manis yang selalu diumbar ketika waktu kampanye tiba.
الثَّاني : عَنْ أبي مُحَمَّدٍ الْحَسنِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ أبي طَالِبٍ
، رَضيَ اللَّهُ عَنْهما ، قَالَ حفِظْتُ مِنْ رسولِ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم
: دَعْ ما يَرِيبُكَ إِلَى مَا لا يَريبُكَ ، فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمأنينَةٌ، وَالْكَذِبَ
رِيبةٌ » رواه التِرْمذي وقال : حديثٌ صحيحٌ .
قَوْلُهُ : « يرِيبُكَ » هُوَ بفتحِ الياء وضَمِّها ، وَمَعْناهُ : اتْرُكْ
ما تَشُكُّ في حِلِّه ، واعْدِلْ إِلى مَا لا تَشُكُّ فيه .
Artinya: Kedua: Dari Abu Muhammad Al Hasan Bin Ali ra., Ia Berkata Aku menghafal hadits dari rasulullah saw., Yaitu: “Tinggalkanlah olehmu apa saja yang kamu ragukan dan beralihlah kepada yang tidak kamu ragukan,Sesungguhnya Kejujuran itu ketenangan dan Kedustaan itu kebimbangan”(H.R. Tirmidzi)
Dalam hadist ini memetrintahkan
kepada umat Islam untuk meninggalkan hal yang di dalamnya ada keraguan.
“Ragu-ragu mundur” itulah istilah yang tepat untuk hadist ini. Kemudian kita
dituntut untuk beralih kepada hal yang tidak diragukan, karena di dalamnya ada
kepastian. Selanjutnya segala yang berasal dari kejujuran akan menbawa
kita kepada ketenangn batin.
Semoga bermanfaat...
Komentar