Isi UU 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
Di bawah ini adalah isi UU 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat ( bukan format asli ):
UNDANG-UNDANG
TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang
dimaksud dengan:
1.Pengelolaan zakat adalah kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
2.Zakat adalah harta yang wajib
dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang
berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.
3.Infak adalah harta yang
dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan
umum.
4.Sedekah adalah harta atau nonharta
yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk
kemaslahatan umum.
5.Muzaki adalah seorang muslim atau
badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat.
6.Mustahik adalah orang yang berhak
menerima zakat.
7.Badan Amil Zakat Nasional yang
selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat
secara nasional.
8.Lembaga Amil Zakat yang
selanjutnya disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki
tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
9.Unit Pengumpul Zakat yang
selanjutnya disingkat UPZ adalah satuan organisasi yang dibentuk oleh BAZNAS
untuk membantu pengumpulan zakat.
10.Setiap orang adalah orang
perseorangan atau badan hukum.
11.Hak Amil adalah bagian tertentu
dari zakat yang dapat dimanfaatkan untuk biaya operasional dalam pengelolaan
zakat sesuai syariat Islam.
12.Menteri adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
Pasal 2
Pengelolaan zakat berasaskan:
a.syariat Islam;
b.amanah;
c.kemanfaatan;
d.keadilan;
e.kepastian hukum;
f.terintegrasi; dan
g.akuntabilitas.
Pasal 3
Pengelolaan zakat bertujuan:
a. meningkatkan efektivitas dan
efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat; dan
b. meningkatkan manfaat zakat untuk
mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Pasal 4
1. Zakat meliputi zakat mal dan
zakat fitrah.
2. Zakat mal sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
A .emas, perak, dan logam mulia
lainnya; b. uang dan surat berharga lainnya;
b. perniagaan;
c. pertanian, perkebunan, dan
kehutanan; e. peternakan dan perikanan
d. pertambangan;
e. perindustrian;
f. pendapatan dan jasa; dan
g. rikaz.
3. Zakat mal sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) merupakan harta yang dimiliki oleh muzaki perseorangan atau badan
usaha.
4.Syarat dan tata cara penghitungan
zakat mal dan zakat fitrah dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam.
5.Ketentuan lebih lanjut mengenai
syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB II
BADAN AMIL
ZAKAT NASIONAL
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
1.Untuk melaksanakan pengelolaan
zakat, Pemerintah membentuk BAZNAS.
2. BAZNAS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berkedudukan di ibu kota negara.
3. BAZNAS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung
jawab kepada Presiden melalui Menteri.
Pasal 6
BAZNAS merupakan lembaga yang
berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional.
Pasal 7
1. Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
a. perencanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
b. pelaksanaan pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat;
c. pengendalian pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat; dan
d. pelaporan dan pertanggungjawaban
pelaksanaan pengelolaan zakat.
2. Dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya, BAZNAS dapat bekerja sama dengan pihak terkait sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
3. BAZNAS melaporkan hasil
pelaksanaan tugasnya secara tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1
(satu) tahun.
Bagian Kedua
Keanggotaan
Pasal 8
1. BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas)
orang anggota.
2. Keanggotaan BAZNAS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 8 (delapan) orang dari unsur masyarakat dan
3 (tiga) orang dari unsur pemerintah.
3. Unsur masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) terdiri atas unsur ulama, tenaga profesional, dan tokoh
masyarakat Islam.
4. Unsur pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditunjuk dari kementerian/instansi yang berkaitan dengan
pengelolaan zakat.
5. BAZNAS dipimpin oleh seorang
ketua dan seorang wakil ketua.
Pasal 9
Masa kerja anggota BAZNAS dijabat
selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan.
Pasal 10
1. Anggota BAZNAS diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri.
2. Anggota BAZNAS dari unsur
masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
3. Ketua dan wakil ketua BAZNAS
dipilih oleh anggota.
Pasal 11
Persyaratan untuk dapat diangkat
sebagai anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 paling sedikit
harus:
a. warga negara Indonesia;
b. beragama Islam;
c. bertakwa kepada Allah SWT;
d. berakhlak mulia;
e. berusia minimal 40 (empat puluh)
tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. tidak menjadi anggota partai
politik;
h. memiliki kompetensi di bidang
pengelolaan zakat; dan
i. tidak pernah dihukum karena
melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun.
Pasal 12
Anggota BAZNAS diberhentikan
apabila:
a. meninggal dunia;
b. habis masa jabatan;
c. mengundurkan diri;
d. tidak dapat melaksanakan tugas
selama 3 (tiga) bulan secara terus menerus; atau
e. tidak memenuhi syarat lagi
sebagai anggota.
Pasal 13
Ketentuan lebih lanjut mengenai,
tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota BAZNAS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
1. Dalam melaksanakan tugasnya,
BAZNAS dibantu oleh sekretariat.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai
organisasi dan tata kerja sekretariat BAZNAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
BAZNAS Provinsi
dan BAZNAS Kabupaten/Kota
Pasal 15
1. Dalam rangka pelaksanaan
pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota dibentuk BAZNAS
provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota.
2. BAZNAS provinsi dibentuk oleh
Menteri atas usul gubernur setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
3. BAZNAS kabupaten/kota dibentuk
oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas usul bupati/walikota setelah
mendapat pertimbangan BAZNAS.
4. Dalam hal gubernur atau
bupati/walikota tidak mengusulkan pembentukan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupaten/kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat membentuk BAZNAS
provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
5. BAZNAS provinsi dan BAZNAS
kabupaten/kota melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS di provinsi atau
kabupaten/kota masing-masing.
Pasal 16
1. Dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya, BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota dapat membentuk
UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
serta dapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya,
dan tempat lainnya.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai
organisasi dan tata kerja BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Lembaga Amil Zakat
Pasal 17
Untuk membantu BAZNAS dalam
pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat
dapat membentuk LAZ.
Pasal 18
1. Pembentukan LAZ wajib mendapat
izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
2. Izin sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. terdaftar sebagai organisasi
kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;
b. berbentuk lembaga berbadan hukum;
c. mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d. memiliki pengawas syariat;
e. memiliki kemampuan teknis,
administratif, dan keuangan untuk melaksanakan kegiatannya;
f. bersifat nirlaba;
g. memiliki program untuk
mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat; dan
h. bersedia diaudit syariat dan
keuangan secara berkala.
Pasal 19
LAZ wajib melaporkan pelaksanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah diaudit kepada
BAZNAS secara berkala.
Pasal 20
Ketentuan lebih lanjut mengenai
persyaratan organisasi, mekanisme perizinan, pembentukan perwakilan, pelaporan,
dan pertanggungjawaban LAZ diatur dalam Peraturan Pemerintah.
BAB III
PENGUMPULAN,
PENDISTRIBUSIAN,
PENDAYAGUNAAN,
DAN PELAPORAN
Bagian Kesatu
Pengumpulan
Pasal 21
1. Dalam rangka pengumpulan zakat,
muzaki melakukan penghitungan sendiri atas kewajiban zakatnya.
2. Dalam hal tidak dapat menghitung
sendiri kewajiban zakatnya, muzaki dapat meminta bantuan BAZNAS.
Pasal 22
Zakat yang dibayarkan oleh muzaki
kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
Pasal 23
1. BAZNAS atau LAZ wajib memberikan
bukti setoran zakat kepada setiap muzaki.
2. Bukti setoran zakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.
Pasal 24
Lingkup kewenangan pengumpulan zakat
oleh BAZNAS, BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kedua
Pendistribusian
Pasal 25
Zakat wajib didistribusikan kepada
mustahik sesuai dengan syariat Islam.
Pasal 26
Pendistribusian zakat, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan
memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan kewilayahan.
Bagian Ketiga
Pendayagunaan
Pasal 27
1. Zakat dapat didayagunakan untuk
usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas
umat.
2. Pendayagunaan zakat untuk usaha
produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar
mustahik telah terpenuhi.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai
pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Pengelolaan Infak, Sedekah,
dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya
Pasal 28
1. Selain menerima zakat, BAZNAS
atau LAZ juga dapat menerima infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya.
2. Pendistribusian dan pendayagunaan
infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan sesuai dengan syariat Islam dan dilakukan sesuai dengan
peruntukkan yang diikrarkan oleh pemberi.
3. Pengelolaan infak, sedekah, dan
dana sosial keagamaan lainnya harus dicatat dalam pembukuan tersendiri.
Bagian Kelima
Pelaporan
Pasal 29
1. BAZNAS kabupaten/kota wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana
sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi dan pemerintah daerah secara
berkala.
2. BAZNAS provinsi wajib
menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana
sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala.
3. LAZ wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan
lainnya kepada BAZNAS dan pemerintah daerah secara berkala.
4. BAZNAS wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan pengelolaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan
lainnya kepada Menteri secara berkala.
5. Laporan neraca tahunan BAZNAS
diumumkan melalui media cetak atau media elektronik.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaporan BAZNAS kabupaten/kota, BAZNAS provinsi, LAZ, dan BAZNAS diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
BAB IV
PEMBIAYAAN
Pasal 30
Untuk melaksanakan tugasnya, BAZNAS
dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Hak Amil.
Pasal 31
1. Dalam melaksanakan tugasnya,
BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (1) dibiayai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Hak Amil.
2. Selain pembiayaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota dapat dibiayai
dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Pasal 32
LAZ dapat menggunakan Hak Amil untuk
membiayai kegiatan operasional.
Pasal 33
1. Pembiayaan BAZNAS dan penggunaan
Hak Amil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31 ayat (1), dan Pasal 32
diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
2. Pelaporan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) dan pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan
Pasal 31 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
BAB V
PEMBINAAN DAN
PENGAWASAN
Pasal 34
1. Menteri melaksanakan pembinaan
dan pengawasan terhadap BAZNAS, BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan
LAZ.
2. Gubernur dan bupati/walikota
melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS provinsi, BAZNAS
kabupaten/kota, dan LAZ sesuai dengan kewenangannya.
3. Pembinaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi fasilitasi, sosialisasi, dan edukasi.
BAB VI
PERAN SERTA
MASYARAKAT
Pasal 35
1. Masyarakat dapat berperan serta
dalam pembinaan dan pengawasan terhadap BAZNAS dan LAZ.
2.Pembinaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dalam rangka:
a. meningkatkan kesadaran masyarakat
untuk menunaikan zakat melalui BAZNAS dan LAZ; dan
b. memberikan saran untuk
peningkatan kinerja BAZNAS dan LAZ.
3. Pengawasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:
a. akses terhadap informasi tentang
pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan LAZ; dan
b. penyampaian informasi apabila
terjadi penyimpangan dalam pengelolaan zakat yang dilakukan oleh BAZNAS dan
LAZ.
BAB VII
SANKSI
ADMINISTRATIF
Pasal 36
1. Pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 23 ayat (1), Pasal 28 ayat (2) dan
ayat (3), serta Pasal 29 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara dan/atau
c. pencabutan izin.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai
sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
BAB VIII
LARANGAN
Pasal 37
Setiap orang dilarang melakukan
tindakan memiliki, menjaminkan, menghibahkan, menjual, dan/atau mengalihkan
zakat, infak, sedekah, dan/atau dana sosial keagamaan lainnya yang ada dalam
pengelolaannya.
Pasal 38
Setiap orang dilarang dengan sengaja
bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribusian, atau
pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.
BAB IX
KETENTUAN
PIDANA
Pasal 39
Setiap orang yang dengan sengaja
melawan hukum tidak melakukan pendistribusian zakat sesuai dengan ketentuan
Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 40
Setiap orang yang dengan sengaja dan
melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 41
Setiap orang yang dengan sengaja dan
melawan hukum melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 42
1. Tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 40 merupakan kejahatan.
2. Tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41 merupakan pelanggaran.
BAB X
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 43
1. Badan Amil Zakat Nasional yang
telah ada sebelum Undang-Undang ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi
sebagai BAZNAS berdasarkan Undang-Undang ini sampai terbentuknya BAZNAS yang
baru sesuai dengan Undang-Undang ini.
2. Badan Amil Zakat Daerah Provinsi
dan Badan Amil Zakat Daerah kabupaten/kota yang telah ada sebelum Undang-Undang
ini berlaku tetap menjalankan tugas dan fungsi sebagai BAZNAS provinsi dan
BAZNAS kabupaten/kota sampai terbentuknya kepengurusan baru berdasarkan
Undang-Undang ini.
3. LAZ yang telah dikukuhkan oleh
Menteri sebelum Undang-Undang ini berlaku dinyatakan sebagai LAZ berdasarkan
Undang-Undang ini.
4. LAZ sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) wajib menyesuaikan diri paling lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
BAB XI
KETENTUAN
PENUTUP
Pasal 44
Pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan tentang Pengelolaan Zakat dan
peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885) dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 45
Pada saat Undang-Undang ini mulai
berlaku, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 164; Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3885) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 46
Peraturan pelaksanaan dari
Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 47
Undang-Undang ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 25
November 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 November 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
AMIR SYAMSUDIN
Komentar